Latar belakang
Pemilihan kepala desa (selanjutnya disebut Pilkades) merupakan sarana menyalurkan hak politik sekaligus pelaksanaan kedaulatan rakyat yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi di desa. Melalui Pilkades, masyarakat berhak untuk menentukan nasib pembangunan desa melalui pemilihan ‘figur’ kepala desa yang dikehendaki dan dirasa mampu untuk mengembangkan desa. Kehendak masyarakat untuk memilih kepala desa juga tidak dapat dilepaskan dari adanya otonomi desa, dimana desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus segala hal termasuk dalam urusan pemerintahan dengan ketentuan wewenang tersebut tidak bertentangan dengan satuan pemerintahan yang ada diatasnya. Layaknya pemilihan kepala negara dan kepala daerah, Pilkades juga disertai dengan dinamika politik pada umumnya. Dinamika politik yang kemudian menjadi politik hukum Pilkades saat ini adalah munculnya pemilihan kepala daerah secara serentak untuk satu wilayah kabupaten/kota. Sementara itu, dinamika politik lain yang mengiringi proses Pilkades adalah adanya ‘campur tangan’ pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah daerah kabupaten/kota.
Kontruksi Hukum Pemilihan Kepala Desa
Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia karena telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk. Oleh sebab itu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dalam Pasal 18B ayat (1) dan (2) menjamin hak tradisional dan kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki posisi istimewa dalam penyelenggaraan pemerintahan, secara khusus keberadaannya dalam lingkup desa. Keberagaman karakteristik dan jenis desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang tetapi negara tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya.
*video perhitungan suara pilkades
Komentar
Posting Komentar